• Hasil Pertandingan Indonesia Vs Malaysia Kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar

    Civilindo.website – Jakarta, Indonesia telah memulai kualifikasi Piala Dunia 2022 semalam dengan melawan Malaysia yang merupakan musuh bebuyutan dalam sejarah persepakbolaan Asia Tenggara selama inir

  • Jalan-jalan ke puncak Tetetana

    Lumayan hampir seminggu lebih kita libur Lebaran plus cuti bersama. Tak terasa sudah kembali lagi ke aktivitas kita masing-masing. Dan mungkin ada juga yang masih di rumah masih merasakan lelah perjalanan mudik dari kampung halamannya

  • 6 Prediksi Tren Teknologi di Tahun 2019

    Tren teknologi di tahun 2019 merupakan hal yang menarik untuk diprediksi mulai dari sekarang. Meskipun tidak selalu akurat, menebak-nebak tentang masa depan tentu bukan menjadi masalah.

  • Spesifikasi Teknis Delineator Besi dan Plastik

    A. BAHAN DELINEATOR Delineator dapat terbuat dari pipa besi atau pipa plastik yang dilengkapi dengan bahan bersifat reflektif

  • Mengenal Sebira Pulau Terluar Jakarta Yang Terlupakan

    Di antara lebih dari seratus buah pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Adminitratif Kepulauan Seribu di sisi utara Kota Jakarta, ada sebuah pulau yang letaknya paling luar dari gugusan Kepulauan Seribu

Tampilkan postingan dengan label Teknik Sipil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teknik Sipil. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Juni 2019

Peraturan Menteri Nomor 13 tahun 2014 Tentang Rambu Lalu Lintas

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13 tahun 2014 Tentang Rambu Lalu Lintas


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Rambu Lalu Lintas;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468);
  7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 24);
  8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 25);
  9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1113);
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG RAMBU LALU LINTAS.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.
2. Daun Rambu adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang memenuhi persyaratan teknis tempat ditempelkan/dilekatkannya rambu.
3. Tiang Rambu adalah batangan logam atau bahan lainnya untuk menempelkan atau melekatkan daun rambu.
4. Papan Tambahan adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang dipasang di bawah daun rambu yang memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu.
5. Retro reflektif adalah sistem pemantulan cahaya dimana sinar yang datang dipantulkan kembali sejajar ke arah sinar datang, terutama pada malam hari atau cuaca gelap.
6. Layar monitor adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk menampilkan lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
7. Piktogram adalah representasi objek dan kondisi nyata tertentu melalui penggunaan simbol, kode, pesan maupun kalimat tertentu.
8. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
9. Menteri adalah Menteri Perhubungan.
10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Darat.
11. Direktorat Jenderal adalah Direkorat Jenderal Perhubungan Darat.

Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
a. spesifikasi teknis Rambu Lalu Lintas;
b. penyelenggaraan Rambu Lalu Lintas; dan
c. pembuatan Rambu Lalu Lintas.



BAB II
SPESIFIKASI TEKNIS RAMBU LALU LINTAS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
Rambu Lalu Lintas berdasarkan jenisnya terdiri atas:
a. rambu peringatan;
b. rambu larangan;
c. rambu perintah; dan
d. rambu petunjuk.

Pasal 4
(1) Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat berupa:
a. Rambu Lalu Lintas konvensional; atau
b. Rambu Lalu Lintas elektronik.
(2) Rambu Lalu Lintas konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa rambu dengan bahan yang mampu memantulkan cahaya atau retro reflektif.
(3) Rambu Lalu Lintas elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa rambu yang informasinya dapat diatur secara elektronik.

Pasal 5
(1) Rambu Lalu Lintas konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. daun rambu; dan
b. tiang rambu.
(2) Daun rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
a. ukuran kecil;
b. ukuran sedang;
c. ukuran besar; atau
d. ukuran sangat besar.
(3) Setiap daun rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipasang logo perhubungan berupa stiker di bagian depan sebelah bawah.
(4) Stiker logo perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan.
(5) Tiang rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa:
a. tiang tunggal;
b. tiang huruf F;
c. tiang kupu-kupu dengan tiang tunggal; atau
d. tiang gawang (gantry) dengan tiang ganda atau lebih.

Pasal 6
(1) Rambu Lalu Lintas elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b digunakan untuk informasi pengendalian lalu lintas berupa peringatan, larangan, perintah, dan petunjuk.
(2) Selain digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rambu Lalu Lintas elektronik dapat digunakan untuk:
a. informasi kondisi lalu lintas;
b. informasi kondisi cuaca;
c. informasi perbaikan jalan; dan
d. kampanye keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.
(3) Rambu Lalu Lintas elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. layar monitor;
b. modul kontrol;
c. catu daya; dan
d. tiang rambu.
(4) Rambu Lalu Lintas elektronik berupa peringatan, larangan, perintah, dan petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan fungsinya terdiri atas:
a. Rambu Lalu Lintas elektronik yang digunakan untuk menampilkan piktogram menyerupai Rambu Lalu Lintas konvensional atau piktogram lain-lain;
b. Rambu Lalu Lintas elektronik yang digunakan untuk menampilkan pesan peringatan, larangan, perintah, dan petunjuk atau pesan lain-lain; dan
c. Rambu Lalu Lintas elektronik yang digunakan untuk menampilkan kombinasi tampilan grafis sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
(5) Rambu Lalu Lintas elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipasang bersamaan dengan Rambu Lalu Lintas konvensional.
(6) Bentuk, lambang, warna, dan arti Rambu Lalu Lintas elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Tabel I Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Ukuran, tata cara penempatan, dan spesifikasi teknis Rambu Lalu Lintas elektronik ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Kedua
Rambu Peringatan

Pasal 7
(1) Rambu peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya di jalan atau tempat berbahaya pada jalan dan menginformasikan tentang sifat bahaya.
(2) Kemungkinan ada bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu kondisi atau keadaan yang membutuhkan suatu kewaspadaan dari pengguna jalan.
(3) Keadaan yang membutuhkan suatu kewaspadaan dari pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:
a. kondisi prasarana jalan;
b. kondisi alam;
c. kondisi cuaca;
d. kondisi lingkungan; atau
e. lokasi rawan kecelakaan.

Pasal 8
Rambu peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdiri atas rambu:
a. peringatan perubahan kondisi alinyemen horizontal;
b. peringatan perubahan kondisi alinyemen vertikal;
c. peringatan kondisi jalan yang berbahaya;
d. peringatan pengaturan lalu lintas;
e. peringatan lalu lintas kendaraan bermotor;
f. peringatan selain lalu lintas kendaraan bermotor;
g. peringatan kawasan rawan bencana;
h. peringatan lainnya;
i. peringatan dengan kata-kata;
j. keterangan tambahan tentang jarak lokasi kritis; dan
k. peringatan pengarah gerakan lalu lintas.

Pasal 9
(1) Rambu peringatan perubahan kondisi alinyemen horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas rambu:
a. peringatan tikungan ke kiri;
b. peringatan tikungan ke kanan;
c. peringatan tikungan ganda dengan tikungan pertama ke kiri;
d. peringatan tikungan ganda dengan tikungan pertama ke kanan;
e. peringatan tikungan tajam ke kiri;
f. peringatan tikungan tajam ke kanan;
g. peringatan tikungan tajam ganda dengan tikungan pertama ke kiri;
h. peringatan tikungan tajam ganda dengan tikungan pertama ke kanan;
i. peringatan banyak tikungan dengan tikungan pertama ke kiri;
j. peringatan banyak tikungan dengan tikungan pertama ke kanan;
k. peringatan tikungan memutar ke kiri;
l. peringatan tikungan memutar ke kanan;
m. peringatan penyempitan badan jalan di bagian kiri dan kanan;
n. peringatan pelebaran badan jalan di bagian kiri dan kanan;
o. peringatan penyempitan badan jalan di bagian kiri;
p. peringatan penyempitan badan jalan di bagian kanan;
q. peringatan pelebaran badan jalan di bagian kiri;
r. peringatan pelebaran badan jalan di bagian kanan;
s. peringatan pengurangan lajur kiri;
t. peringatan pengurangan lajur kanan;
u. peringatan penambahan lajur kiri;
v. peringatan penambahan lajur kanan; dan
w. peringatan jembatan peringatan penyempitan bagan jalinan jalan tertentu.
(2) Rambu peringatan perubahan kondisi alinyemen vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b terdiri atas rambu:
a. peringatan turunan landai;
b. peringatan turunan curam;
c. peringatan tanjakan landai; dan
d. peringatan tanjakan curam.
(3) Rambu peringatan kondisi jalan yang berbahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c terdiri atas rambu:
a. peringatan permukaan jalan yang licin;
b. peringatan bagian tepi jalan yang tidak sama tinggi dengan badan jalan;
c. peringatan jurang;
d. peringatan tepi air;
e. peringatan permukaan jalan yang cekung atau berlubang
f. peringatan permukaan jalan yang cembung, peringatan alat pembatas kecepatan;
g. peringatan jalan bergelombang;
h. peringatan lontaran kerikil;
i. peringatan bagian tepi jalan sebelah kiri yang rawan runtuh; dan
j. peringatan bagian tepi jalan sebelah kanan yang rawan runtuh.
(4) Rambu peringatan pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d terdiri atas rambu:
a. peringatan pengaturan persinyalan;
b. peringatan persimpangan prioritas; dan
c. peringatan konstruksi pemisah jalur lalu lintas.
(5) Rambu peringatan lalu lintas kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e terdiri atas rambu:
a. peringatan banyak lalu lintas angkutan barang;
b. peringatan banyak lalu lintas angkutan barang tipe curah/cair;
c. peringatan banyak lalu lintas angkutan barang berbahaya dan beracun;
d. peringatan banyak lalu lintas angkutan barang mudah terbakar ;
e. peringatan banyak lalu lintas angkutan umum; dan
f. peringatan banyak lalu lintas kendaraan berat.
(6) Rambu peringatan selain lalu lintas kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f terdiri atas rambu:
a. peringatan banyak lalu lintas pejalan kaki menggunakan fasilitas penyeberangan;
b. peringatan banyak lalu lintas pejalan kaki;
c. peringatan banyak lalu lintas pejalan kaki anak-anak;
d. peringatan banyak lalu lintas penyandang cacat;
e. peringatan banyak lalu lintas sepeda;
f. peringatan banyak hewan ternak melintas; dan
g. peringatan banyak hewan liar melintas.
(7) Rambu peringatan kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g terdiri atas rambu:
a. peringatan kawasan rawan bencana tsunami;
b. peringatan kawasan rawan bencana gempa bumi; dan
c. peringatan kawasan rawan bencana gunung meletus.
(8) Rambu peringatan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas rambu:
a. peringatan yang ditegaskan dengan menggunakan papan tambahan;
b. peringatan pekerjaan di jalan;
c. peringatan tinggi ruang bebas;
d. peringatan lebar ruang bebas;
e. peringatan pintu perlintasan sebidang kereta api;
f. peringatan perlintasan sebidang kereta api tanpa pintu;
g. peringatan lalu lintas pesawat terbang yang terbang rendah;
h. peringatan hembusan angin kencang;
i. peringatan lalu lintas dua arah; dan
j. peringatan jembatan angkat.
(9) Rambu peringatan dengan kata-kata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i digunakan dalam hal tidak terdapat lambang untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya di jalan atau tempat berbahaya pada jalan dan sifat bahaya, antara lain rambu peringatan dengan kata-kata “RAWAN KECELAKAAN.”
(10) Rambu peringatan dengan kata-kata sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditempatkan sesuai dengan kebutuhan.
(11) Rambu keterangan tambahan tentang jarak lokasi kritis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf j terdiri atas rambu:
a. peringatan yang menerangkan bahwa lokasi kritis berjarak 450 (empat ratus lima puluh) meter dari lokasi rambu;
b. peringatan yang menerangkan bahwa lokasi kritis berjarak 300 (tiga ratus) meter dari lokasi rambu; dan
c. peringatan yang menerangkan bahwa lokasi kritis berjarak 150 (seratus lima puluh) meter dari lokasi rambu.
(12) Rambu peringatan pengarah gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf k terdiri atas rambu:
a. peringatan rintangan atau objek berbahaya pada sisi jalan sebelah kiri;
b. peringatan rintangan atau objek berbahaya pada sisi jalan sebelah kanan;
c. peringatan rintangan atau objek berbahaya pada pemisal lajur atau jalur;
d. pengarah tikungan ke kiri; dan
e. pengarah tikungan ke kanan.

Pasal 10
(1) Rambu peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki:
a. warna dasar kuning;
b. warna garis tepi hitam;
c. warna lambang hitam; dan
d. warna huruf dan/atau angka hitam.
(2) Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol rambu peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tercantum dalam Tabel II Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga
Rambu Larangan

Pasal 11
(1) Rambu larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh Pengguna Jalan.
(2) Rambu larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas rambu:
a. larangan berjalan terus;
b. larangan masuk;
c. larangan parkir dan berhenti;
d. larangan pergerakan lalu lintas tertentu;
e. larangan membunyikan isyarat suara;
f. larangan dengan kata-kata; dan
g. batas akhir larangan.

Pasal 12
(1) Rambu larangan berjalan terus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a terdiri atas rambu:
a. larangan berjalan terus karena wajib berhenti sesaat dan/atau melanjutkan perjalanan setelah dipastikan selamat dari konflik lalu lintas dari arah lainnya;
b. larangan berjalan terus karena wajib memberi prioritas kepada arus lalu lintas dari arah yang diberi prioritas;
c. larangan berjalan terus sebelum melaksanakan kegiatan tertentu;
d. larangan berjalan terus pada bagian jalan tertentu dan sebelum mendahulukan arus lalu lintas yang datang dari arah berlawanan;
e. larangan berjalan terus pada perlintasan sebidang lintasan kereta api jalur tunggal sebelum mendapatkan kepastian selamat dari konflik; dan
f. larangan berjalan terus pada perlintasan sebidang lintasan kereta api jalur ganda sebelum mendapatkan kepastian selamat dari konflik.
(2) Rambu larangan masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b terdiri atas rambu:
a. larangan masuk bagi kendaraan bermotor dan tidak bermotor;
b. larangan masuk bagi kendaraan bermotor jenis tertentu;
c. larangan masuk bagi kendaraan tidak bermotor jenis tertentu; dan
d. larangan masuk bagi kendaraan dengan berat dan dimensi tertentu.
(3) Rambu larangan parkir dan berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c terdiri atas rambu:
a. larangan berhenti; dan
b. larangan parkir.
(4) Rambu larangan pergerakan lalu lintas tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d terdiri atas rambu:
a. larangan berjalan terus;
b. larangan belok kiri;
c. larangan belok kanan;
d. larangan menyalip kendaraan lain;
e. larangan memutar balik;
f. larangan memutar balik dan belok kanan;
g. larangan mendekati kendaraan di depan dengan jarak sama atau kurang dari … meter; dan
h. larangan menjalankan kendaraan dengan kecepatan lebih dari … kilometer per jam.
(5) Rambu larangan dengan kata-kata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f digunakan dalam hal tidak terdapat lambang untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh Pengguna Jalan, antara lain rambu larangan dengan kata-kata “DILARANG MENAIKKAN ATAU MENURUNKAN PENUMPANG”.
(6) Rambu larangan dengan kata-kata sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditempatkan sesuai dengan kebutuhan.
(7) Rambu batas akhir larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf g terdiri atas rambu:
a. batas akhir larangan tertentu; dan
b. batas akhir seluruh larangan.

Pasal 13
(1) Rambu larangan berjalan terus, rambu larangan masuk, rambu larangan parkir dan berhenti, rambu larangan pergerakan lalu lintas tertentu, rambu larangan membunyikan isyarat suara, dan rambu larangan dengan kata-kata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f memiliki:
a. warna dasar putih;
b. warna garis tepi merah;
c. warna lambang hitam;
d. warna huruf dan/atau angka hitam; dan
e. warna kata-kata merah.
(2) Rambu batas akhir larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf g memiliki:
a. warna dasar putih;
b. warna garis tepi hitam;
c. warna lambang hitam; dan
d. warna huruf dan/atau angka hitam.

Pasal 14
Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol rambu larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) tercantum dalam Tabel III Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keempat
Rambu Perintah

Pasal 15
(1) Rambu perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh Pengguna Jalan.
(2) Rambu perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas rambu:
a. perintah mematuhi arah yang ditunjuk;
b. perintah memilih salah satu arah yang ditunjuk;
c. perintah memasuki bagian jalan tertentu;
d. perintah batas minimum kecepatan;
e. perintah penggunaan rantai ban;
f. perintah menggunakan jalur atau lajur lalu lintas khusus;
g. batas akhir perintah tertentu; dan
h. perintah dengan kata-kata.

Pasal 16
(1) Rambu perintah mematuhi arah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a terdiri atas rambu:
a. perintah mengikuti ke arah kiri;
b. perintah mengikuti ke arah kanan;
c. perintah belok ke arah kiri;
d. perintah belok ke arah kanan;
e. perintah berjalan lurus; dan
f. perintah mengikuti arah yang ditunjukkan saat memasuki bundaran.
(2) Rambu perintah memilih salah satu arah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b terdiri atas rambu:
a. perintah memilih lurus atau belok kiri; dan
b. perintah memilih lurus atau belok kanan.
(3) Rambu perintah memasuki bagian jalan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c terdiri atas rambu:
a. perintah memasuki jalur atau lajur yang ditunjuk; dan
b. perintah pilihan memasuki salah satu jalur atau lajur yang ditunjuk.
(4) Rambu perintah batas minimum kecepatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d adalah rambu kecepatan minimum yang diperintahkan, misalnya kecepatan minimum kendaraan yang diperintahkan adalah 50 (lima puluh) kilometer per jam.
(5) Rambu perintah menggunakan jalur atau lajur lalu lintas khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f terdiri atas rambu:
a. perintah menggunakan jalur atau lajur lalu lintas khusus kendaraan bermotor; dan
b. perintah menggunakan jalur atau lajur lalu lintas khusus kendaraan tidak bermotor.
(6) Rambu batas akhir perintah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf g terdiri atas rambu:
a. batas akhir kecepatan minimum yang diperintahkan; dan
b. batas akhir perintah menggunakan rantai khusus ban.
(7) Rambu perintah dengan kata-kata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf h digunakan dalam hal tidak terdapat lambang untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh Pengguna Jalan, antara lain rambu perintah dengan kata-kata “BELOK KIRI LANGSUNG” dan “BUS DAN TRUK GUNAKAN LAJUR KIRI”.
(8) Rambu perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditempatkan sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 17
(1) Rambu perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) memiliki:
a. warna dasar biru;
b. warna garis tepi putih;
c. warna lambang putih;
d. warna huruf dan/atau angka putih; dan
e. warna kata-kata putih.
(2) Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol rambu perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) tercantum dalam Tabel IV Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kelima
Rambu Petunjuk
Pasal 18

(1) Rambu petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d digunakan untuk memandu Pengguna Jalan saat melakukan perjalanan atau untuk memberikan informasi lain kepada Pengguna Jalan.
(2) Rambu petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas rambu:
a. petunjuk pendahulu jurusan;
b. petunjuk jurusan;
c. petunjuk batas wilayah;
d. petunjuk batas jalan tol;
e. petunjuk lokasi utilitas umum;
f. petunjuk lokasi fasilitas sosial;
g. petunjuk pengaturan lalu lintas;
h. petunjuk dengan kata-kata; dan
i. papan nama jalan.

Pasal 19
(1) Rambu petunjuk pendahulu jurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a terdiri atas rambu:
a. pendahulu petunjuk jurusan pada persimpangan di depan;
b. pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jurusan yang dituju;
c. pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jalur atau lajur untuk mencapai jurusan yang dituju pada pintu keluar jalan tol;
d. pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jalur atau lajur sebelah kiri untuk mencapai jurusan yang dituju;
e. pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jalur atau lajur sebelah kanan untuk mencapai jurusan yang dituju; dan
f. pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jarak jurusan yang dituju.
(2) Rambu petunjuk jurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b terdiri atas rambu:
a. petunjuk jurusan wilayah dan lokasi tertentu; dan
b. petunjuk jurusan khusus lokasi dan kawasan wisata.
(3) Rambu petunjuk batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c terdiri atas rambu:
a. petunjuk batas awal wilayah; dan
b. petunjuk batas akhir wilayah.
(4) Rambu petunjuk batas jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d terdiri atas rambu:
a. petunjuk batas awal jalan tol;
b. petunjuk batas akhir jalan tol;
c. petunjuk batas awal jalan tol lingkar dalam; dan
d. petunjuk batas akhir jalan tol lingkar dalam.
(5) Rambu petunjuk lokasi utilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf e terdiri atas rambu:
a. petunjuk lokasi simpul transportasi;
b. petunjuk lokasi fasilitas kebersihan;
c. petunjuk lokasi fasilitas komunikasi;
d. petunjuk lokasi fasilitas pemberhentian angkutan umum;
e. petunjuk lokasi fasilitas penyeberangan pejalan kaki;
f. petunjuk lokasi fasilitas parkir;
g. petunjuk terowongan; dan
h. petunjuk fasilitas tanggap bencana.
(6) Rambu petunjuk lokasi fasilitas sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf f terdiri atas rambu:
a. petunjuk lokasi peribadatan;
b. petunjuk lokasi pemerintahan dan pelayanan umum;
c. petunjuk lokasi perbelanjaan dan niaga;
d. petunjuk lokasi rekreasi dan kebudayaan;
e. petunjuk lokasi sarana olahraga dan lapangan terbuka; dan
f. petunjuk lokasi fasilitas pendidikan.
(7) Rambu petunjuk pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf g terdiri atas rambu:
a. petunjuk sistem satu arah;
b. petunjuk sistem satu arah ke kiri;
c. petunjuk sistem satu arah ke kanan;
d. petunjuk jalan buntu di depan;
e. petunjuk jalan buntu pada belokan sebelah kanan;
f. petunjuk mendapatkan prioritas melanjutkan perjalanan dari arah berlawanan;
g. petunjuk lokasi putar balik;
h. petunjuk awal bagian jalan untuk kendaraan bermotor; dan
i. petunjuk akhir bagian jalan untuk kendaraan bermotor.
(8) Rambu petunjuk dengan kata-kata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf h digunakan dalam hal tidak terdapat lambang untuk memandu Pengguna Jalan saat melakukan perjalanan atau untuk memberikan informasi lain kepada Pengguna Jalan, antara lain rambu petunjuk dengan kata-kata “KAWASAN TERTIB LALU LINTAS”.
(9) Rambu petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditempatkan sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 20
(1) Rambu petunjuk pendahulu jurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a memiliki:
a. warna dasar hijau;
b. warna garis tepi putih;
c. warna lambang putih; dan
d. warna huruf dan/atau angka putih.
(2) Rambu petunjuk batas wilayah, rambu petunjuk batas jalan tol, rambu petunjuk lokasi utilitas umum, rambu petunjuk lokasi fasilitas sosial, rambu petunjuk pengaturan lalu lintas, dan rambu petunjuk dengan kata-kata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h memiliki:
a. warna dasar biru;
b. warna garis tepi putih;
c. warna lambang putih; dan
d. warna huruf dan/atau angka putih.
(3) Rambu papan nama jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf i memiliki:
a. warna dasar hijau; dan
b. warna huruf dan/atau angka putih.
(4) Rambu petunjuk jurusan wilayah dan lokasi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a memiliki:
a. warna dasar hijau;
b. warna garis tepi putih;
c. warna lambang putih; dan
d. warna huruf dan/atau angka putih.
(5) Rambu petunjuk jurusan khusus lokasi dan kawasan wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b memiliki:
a. warna dasar coklat;
b. warna garis tepi putih;
c. warna lambang putih; dan
d. warna huruf dan/atau angka putih.
(6) Rambu petunjuk jurusan khusus lokasi dan kawasan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat menggunakan simbol atau lambang sesuai dengan kearifan lokal.

Pasal 21
(1) Rambu pendahulu petunjuk jurusan pada persimpangan di depan, rambu pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jurusan yang dituju, dan rambu pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukkan jarak jurusan yang dituju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf f yang menyatakan petunjuk arah dapat dilengkapi dengan nomor rute.
(2) Nomor rute sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan/atau jalan kota memiliki:
a. bentuk segi enam;
b. warna dasar putih; dan
c. warna angka hitam.
(3) Nomor rute sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jalan Asian Highway memiliki:
a. bentuk segi empat;
b. warna dasar putih; dan
c. warna angka dan tulisan hitam.
(4) Nomor rute untuk jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan/atau jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan angka.
(5) Nomor rute untuk jalan Asian Highway sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan tulisan dan angka.

Pasal 22
Penulisan kata pada rambu petunjuk pendahulu jurusan dan rambu petunjuk jurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) menggunakan huruf kapital pada huruf pertama dan selanjutnya menggunakan huruf kecil.

Pasal 23
Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol rambu petunjuk sebagaimana tercantum dalam Tabel V Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keenam
Rambu Lalu Lintas Sementara

Pasal 24
(1) Dalam keadaan dan kegiatan tertentu dapat digunakan Rambu Lalu Lintas sementara.
(2) Penempatan dan penggunaan Rambu Lalu Lintas sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat perintah dan larangan dapat didukung atau dijaga oleh Petugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 25
Rambu Lalu Lintas sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipasang untuk memberi informasi adanya:
a. jalan rusak;
b. pekerjaan jalan;
c. perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional;
d. tidak berfungsinya alat pemberi isyarat lalu lintas;
e. pemberian prioritas pada Pengguna Jalan;
f. bencana alam;
g. kecelakaan lalu lintas;
h. kegiatan keagamaan;
i. kegiatan kenegaraan;
j. kegiatan olahraga; dan/atau
k. kegiatan budaya.

Pasal 26
(1) Rambu Lalu Lintas sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 berupa rambu peringatan, rambu larangan, rambu perintah, dan rambu petunjuk.
(2) Rambu Lalu Lintas sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
a. dibuat dalam bentuk konstruksi yang dapat dipindahkan; dan
b. dipasang dalam jangka waktu terbatas sesuai dengan keadaan atau kegiatan tertentu.

Pasal 27
Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol rambu larangan, rambu perintah, dan rambu petunjuk yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) sama dengan Rambu Lalu Lintas yang ditempatkan secara tetap.

Pasal 28
(1) Rambu peringatan yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) memiliki:
a. warna dasar jingga;
b. warna garis tepi hitam; dan
c. warna lambang dan/atau tulisan hitam.
(2) Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol rambu peringatan yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Tabel VI Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 29
Tata cara penempatan dan spesifikasi teknis Rambu Lalu Lintas sementara ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Ketujuh
Papan Tambahan
Pasal 30

(1) Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilengkapi papan tambahan.
(2) Papan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk memberi keterangan tambahan yang diperlukan untuk menyatakan Rambu Lalu Lintas hanya berlaku untuk:
a. nilai tertentu;
b. arah tertentu;
c. arah dan nilai tertentu;
d. hal tertentu dengan kata-kata; dan
e. hal tertentu dengan kata-kata dan nilai.
(3) Papan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki:
a. warna dasar putih;
b. warna garis tepi hitam;
c. warna huruf dan/atau angka hitam; dan
d. warna kata-kata hitam.
(4) Bentuk, lambang, warna, arti, ukuran daun rambu, serta ukuran dan jenis huruf, angka, dan simbol papan tambahan sebagaimana tercantum dalam Tabel VII Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Selasa, 28 Mei 2019

PEDOMAN PENGAWASAN MOBILISASI PROYEK


1. TUJUAN
Pedoman ini dimaksudkan sebagai referensi untuk melaksanakan pengawasan pekerjaan mobilisasi sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.

2. RUANG LINGKUP
Pedoman ini memuat proses saat mengadakan, memasang/setting sampai siap untuk dipakainya peralatan, fasilitas laboratorium dan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan-ketentuan dalam Kontrak.

3. ACUAN
a. Permen PU nomor 34/PRT/M/2006.
b. Permen PU Nomor 43/PRT/M/2007.
c. Permen PU Nomor 04/PRT/M/2009.
d. Dokumen Lelang (termasuk Spesifikasi dan Gambar Rencana).

4. DEFINISI
Mobilisasi adalah proses mengadakan sampai siap pakai peralatan-peralatan, personil dan perlengkapan-perlengkapan lainnya seperti peralatan laboratorium, alat berat dan fasilitas pendukung yang diperlukan sesuai rencana penggunaannya seperti diatur dalam kontrak.

5. KETENTUAN UMUM
a. Mobilisasi harus sudah dilaksanakan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SPMK atau sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak.
b. Mobilisasi meliputi kegiatan:
i). Mendatangkan peralatan-peralatan berat dan kendaraan-kendaraan yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek.
ii). Mempersiapkan fasilitas lapangan base camp dimana terdapat kantor proyek, kantor Direksi Teknis, kantor Penyedia Jasa, rumah-rumah staf dan karyawan untuk proyek, Direksi Teknis dan Penyedia Jasa, bengkel, gudang dan sebagainya yang telah disebutkan dalam spesifikasi umum kontrak.
iii). Mendatangkan alat-alat laboratorium untuk pemeriksaan bahan-bahan dan pemeriksaan mutu, serta alat-alat ukur sesuai rencana.
iv). Mendatangkan personil-personil Penyedia Jasa dan Direksi Teknis.
c. Mobilisasi peralatan terkait dan personil Penyedia Jasa dapat dilakukan secara bertahap, sesuai kebutuhan yang diatur dalam kontrak.
d. Pemeriksaan Quarry:
Untuk bahan-bahan timbunan dan bahan/material agregat (material alam) umumnya selalu diusahakan dicari di sekitar lokasi proyek. Pungutan-pungutan, iuran-iuran, retribusi, royalti atas perolehan, bahan-bahan material dan sebagainya yang akan digunakan pada Proyek/Kegiatan sepenuhnya menjadi tanggungjawab Penyedia Jasa. Apabila Direksi Pekerjaan memberikan rekomendasi terhadap penggunaan Quarry, sebelum menentukan lokasi quarry, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan laboratorium atas keandalan mutu bahan serta volume deposit yang ada. Kemudian dilanjutkan dengan rencana pembuatan akses ke lokasi quarry perlu perhatian dan pemecahannya atas dampak yang diakibatkan jalan akses tersebut oleh kendaraan-kendaraan dengan muatan berat terhadap lingkungan sekitarnya.
e. Ijin Menggunakan Quarry/Borrow Area
Permohonan izin ini ditujukan kepada Pemerintah Daerah dengan menyebutkan data lokasi quarry, luas lahan yang akan digarap, volume dan jenis bahan yang akan diambil/digali, rencana penggunaan dan cara pengambilan/eksploitasinya.
f. Bahan yang akan didatangkan dari luar lokasi Proyek seperti aspal, semen, besi beton, kapur dan sebagainya harus terlebih dahulu diambil contohnya (sample) untuk diuji keandalannya di laboratorium, apabila tidak memenuhi syarat, harus segera diperintahkan untuk diangkut ke luar lokasi proyek dalam waktu 3 x 24 jam.
g. Mendatangkan peralatan-peralatan berat.
Sebelum mendatangkan peralatan-peralatan berat ke lokasi pekerjaan, Penyedia Jasa wajib meneliti kondisi jalan, jembatan, gorong-gorong, dermaga dan lainlainnya yang akan dilalui alat-alat berat tersebut dan juga harus mempertimbangkan kekuatan strukturnya setelah peralatan berat tersebut digunakan dan dimuati beban.
Bila perlu Penyedia Jasa harus melakukan perkuatan-perkuatan dan perbaikanperbaikan konstruksi seperlunya sehingga tidak akan menimbulkan masalah/hambatan bagi lalu lintas umum. Dalam hal ini Direksi Pekerjaan harus melakukan pengawasan dengan seksama didalam pemasangannya, Direksi Pekerjaan harus mengacu pada daftar peralatan yang dilampirkan oleh Penyedia Jasa pada waktu mengajukan penawaran dalam pelelangan.
h. Ijin Pemasukan Barang/Peralatan
i). Penyedia Jasa mengajukan Master List of Equipment/peralatan yang akan didatangkan ke lokasi Proyek untuk mendapat persetujuan Direksi Pekerjaan. Untuk peralatan Asphalt Mixing Plant (AMP), Stone Crusher dan Asphalt Finisher harus melalui uji kelaikan peralatan.
ii). Apabila Penyedia Jasa mengimpor barang/peralatan yang belum diproduksi di dalam negeri, diperlukan permohonan dari Penyedia Jasa dengan persetujuan Direksi Pekerjaan.
iii). Direksi Pekerjaan/lnstansi Pusat mengajukan/membuat rekomendasi yang ditujukan kepada Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan untuk memperoleh persetujuan impor dengan fasilitas OR-23.
iv). Apabila disetujui, maka Direktorat Impor akan menerbitkan Surat Persetujuan Impor yang ditujukan kepada Proyek/lnstansi Pusat.
v). Dengan dasar persetujuan ini dan pemberitahuan dari Penyedia Jasa tentang data shipment barang/peralatannya, Proyek/lnstansi Pusat akan membuat rekomendasi yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk memperoleh fasilitas pemasukan barang impor.
vi). Direktorat Jenderal Bea Cukai akan menerbitkan Surat Persetujuan berupa Surat Keputusan.
i. Ijin mengoperasikan peralatan/kendaraan.
Ijin ini dapat diperoleh dari pihak kepolisian dengan mengikuti prosedur yang berlaku.
j. Ijin/Dispensi/Rekomendasi Pemanfaatan/Penggunaan Rumija, Rumaja dan Ruwasja.
Perlunya mendapat ijin/dispensasi/rekomendasi ini antara lain untuk menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalnya : rusaknya jalan karena repitisi beban kendaraan yang berlebihan atau ambruk/ collapse-nya jembatan karena beban yang melebihi kapasitas jembatan, sehingga perlu batasan berat muatan. ljin ini dimintakan persetujuannya kepada Menteri PU melalui Balai/Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan mengikuti prosedur yang berlaku.
k. Komposisi Peralatan.
Direksi Pekerjaan harus memeriksa tentang kecukupan dan komposisi armada peralatan (fleet) yang dimobilisasi oleh Penyedia Jasa ke lapangan, kapasitas alat berat tersebut harus sesuai dengan keperluan, kondisi setempat serta jenis dan jumlahnya telah mencukupi untuk melaksanakan pekerjaan.
l. Mobilisasi Personil
Dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Untuk tenaga-tenaga inti Penyedia Jasa maka Direksi Pekerjaan harus mengacu pada Daftar Personil Inti (keypersonnel) yang dilampirkan oleh Penyedia Jasa dalam berkas penawarannya. Direksi Pekerjaan juga harus selalu meneliti keterampilan/keahlian/kemampuan
personil, terutama tenaga inti yang dibawa Penyedia Jasa ke proyek (lokasi pekerjaan), agar sesuai dengan yang dibutuhkan.
i). Penyedia Jasa mengajukan Master List of Equipment/peralatan yang akan didatangkan ke lokasi Proyek untuk mendapat persetujuan Direksi Pekerjaan. Untuk peralatan Asphalt Mixing Plant (AMP), Stone Crusher dan Asphalt Finisher harus melalui uji kelaikan peralatan.

6. PROSEDUR, TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB



7. PENGECUALIAN
    Tidak ada

8. BUKTI KERJA :
8.1 Berita Acara Mobilisasi
8.2 Back Up Kuantitas dan Kualitas serta kelaikan pakai peralatan, fasilitas dan
kelengkapan yang dimobilisasi oleh Penyedia Jasa.
9. LAMPIRAN
- Tidak ada
- Format dan isi

Sabtu, 04 Mei 2019

Spesifikasi Umum 2018

Kamis, 02 Mei 2019

MENGENAL KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN

JALAN
 A. Pengertian Jalan
 Jalan adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari satu tempat ke tempat yang lain. Lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah yang diperkeras atau jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah semua benda dan makhluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan bermotor, tidak bermotor, manusia, ataupun hewan.

B. Klasifikasi Jalan Menurut fungsi
1. Jalan Arteri, jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2.  Jalan Kolektor, jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Arteri Primer, kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizinkan melalui jalan ini. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan.
4. Kolektor Primer, jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam.
5. Jalan Lokal Primer, jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam.
6.  Jalan Arteri Sekunder, Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.
7. Jalan Kolektor Sekunder, Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di daerah pemukiman.
8. Jalan Lokal Sekunder, Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 meter. Jalan Lokal, Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Menurut Kelas Jalan Klasifikasi menurut kelas jalan & ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel (Pasal 11, PP. No.43/1993).
Menurut Medan Jalan Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam Tabel.
C. Struktur (Konstruksi) Jalan
1. Struktur Macadam Lapisan Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan bervariasi dari 4-10 cm.
2. Struktur Telford
Konstruksi Telford yaitu susunan batu pecah berukuran besar (10/15 dan 15/20) disusun berdiri dengan batu pecah yang lebih kecil mengisi rongga diatasnya sehingga rata, kemudian dipadatkan/digilas dengan mesin gilas, selanjutnya ditabur sirtu diseluruh permukaan untuk dibabar basah.
3. Struktur Jalan Beton (Rigid Pavement)
Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku adalah suatu susunan konstruksi perkerasan di mana sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang terletak di atas pondasi atau di atas tanah dasar pondasi atau langsung di atas tanah dasar (subgrade).
D. Perancangan (Design) Jalan Perancangan ruang lalu lintas Peramalan volume dan pola lalu lintas Penentuan alinyemen vertikal (elevasi) jalan Penentuan trase dan alinyemen horizontal Perancangan struktur jalan Perhitungan beban lalu lintas Perhitungan kondisi tanah Perancangan struktur jalan (tanah dasar, pondasi, dan perkerasan).


JEMBATAN
A. Pengertian Jembatan Jembatan secara umum diartikan sebagai suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan – rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain – lain.

B. Jenis – Jenis Jembatan Berdasarkan fungsinya Jembatan jalan raya (highway bridge), Jembatan jalan kereta api (railway bridge), Jembatan pejalan kaki/penyebrangan (pedestrian bridge), Berdasarkan lokasinya Jembatan di atas sungai atau danau, Jembatan di atas lembah, Jembatan di atas jalan yang ada (fly over), Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert), Jembatan di dermaga (jetty). Berdasarkan bahan konstruksinya Jembatan kayu (log bridge), Jembatan beton (concrete bridge), Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge), Jembatan baja (steel bridge), Jembatan komposit (compossite bridge). Berdasarkan tipe strukturnya Jembatan plat (slab bridge), Jembatan plat berongga (voided slab bridge), Jembatan gelagar (girder bridge), Jembatan rangka (truss bridge), Jembatan pelengkung (arch bridge), Jembatan gantung (suspension bridge), Jembatan kabel (cable stayed bridge), Jembatan cantilever (cantilever bridge),

C. Struktur Jembatan Struktur Atas (Superstructures) Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll. Struktur atas jembatan umumnya meliputi : Trotoar : Sandaran dan tiang sandaran, Peninggian trotoar (Kerb), Slab lantai trotoar. Slab lantai kendaraan, Gelagar (Girder), Balok diafragma, Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang), Tumpuan (Bearing). Struktur Bawah (Substructures) Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar. Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi : Pangkal jembatan (Abutment), Dinding belakang (Back wall), Dinding penahan (Breast wall), Dinding sayap (Wing wall), Oprit, plat injak (Approach slab) Konsol pendek untuk jacking(Corbel), Tumpuan (Bearing). Pilar jembatan (Pier), Kepala pilar (Pier Head), Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal, Konsol pendek untuk jacking(Corbel), Tumpuan (Bearing). Fondasi Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. Berdasarkan sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain : Fondasi telapak (spread footing) Fondasi sumuran (caisson) Fondasi tiang (pile foundation) Tiang pancang kayu (Log Pile), Tiang pancang baja (Steel Pile), Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile), Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile), Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), Tiang pancang komposit (Compossite Pile).
                                        Gambar Struktur Jembatan , sumber rebanas.com